MASALAH utang merupakan peristiwa biasa yang sering dijumpai di dalam
kehidupan masyarakat. Utang adalah uang yang dipinjam dari orang lain,
kewajiban membayar kembali apa yang sudah diterima.
Banyak faktor yang menyebabkan seseorang berutang, di antaranya
karena tidak seimbangnya antara pemasukan finansial dan kebutuhannya,
terjadinya kebangkrutan, tertimpa musibah, dan bisa karena
memperturutkan keinginan hawa nafsunya saja.
Utang adalah masalah yang sangat mengikat bukan saja selagi manusia
hidup di dunia, tetapi beban utang juga akan berlanjut sampai di
akhirat.
Bahkan, Rasulullah SAW enggan menyalatkan orang meninggal dunia yang masih memiliki ikatan utang.
Dari Jabir bin Abdillah RA., berkata, “Seorang laki-laki meninggal
dunia dan kami pun memandikan jenazahnya, lalu kami mengafaninya dan
memberi wangi-wangian. Kemudian kami letakkan untuk dishalatkan oleh
Rasulullah SAW. di tempat khusus jenazah. Kemudian azan shalat pun
berkumandang. Beliau pun datang bersama kami dengan melangkah pelan
kemudian bersabda, ‘Barang kali rekan kalian ini punya utang?’
Mereka menjawab, ‘Ya, dua dinar !’ Maka Rasulullah pun mundur, beliau berkata, ‘Shalatkanlah rekan kalian ini.’
Lalu berkatalah salah seorang dari kami bernama Abu Qatadah, “Wahai Rasulullah utangnya yang dua dinar itu atas tanggunganku !’
Maka Rasulullah SAW. berkata kepadanya, “utang itu menjadi
tanggunganmu ? Tertanggung dari hartamu ? Dan si mayit terlepas
daripadanya ?”
Abu Qatadah menjawab, “Ya !”
Maka Rasulullah SAW. pun menyalatinya dan setiap kali Rasulullah
bertemu dengan Abu Qatadah beliau selalu berkata, “Apakah utang dua
dinar itu telah engkau lunasi ?” Hingga pada akhirnya Abu Qatadah
mengatakan, “Aku telah melunasinya wahai Rasulullah.” Maka Rasulullah
berkata, “Sekarang barulah segar kulitnya !’” (HR. Ahmad, Hakim dan
Baihaqi).
Allah SWT. dan Rasul-Nya mengingatkan kita untuk berhati-hati terhadap utang, karena:
Pertama, utang dapat menghalangi seseorang untuk berjihad.
“Ketika Nabi SAW. sampai di jalan, berdiri di tempat orang yang akan
pergi ke medan jihad, terdengarlah panggilan yang didengar oleh seluruh
manusia, ‘Wahai manusia, barang siapa yang mempunyai utang janganlah
ikut perang. Karena kalau nanti gugur, dan tidak mempunyai tinggalan
untuk membayarnya, hendaklah ia pulang saja. Jangan ikut aku, karena ia
tidak akan pulang dalam keadaan cukup.’” (HR. Razim, dari Abu Darda)
Kedua, utang dapat menjadi penghalang masuk surga.
Dari Muhammad bin ‘Abdullah bin Jahsy RA., berkata, “Rasulullah SAW.
bersabda, ‘Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya
seorang laki-laki terbunuh fi sabilillah kemudian dihidupkan kembali,
kemudian terbunuh, kemudian dihidupkan kembali, kemudian terbunuh
sementara ia punya utang, maka ia tidak akan masuk surga hingga
terlunasi utangnya.’” (HR. An-Nasa’i, Ahmad, dan Hakim)
Ketiga, utang merupakan bendera kelemahan dan kehinaan.
Jika Allah menghendaki kehinaan seorang, maka Allah lilitkan utang
kepadanya. Dari Ibnu Umar, Nabi SAW. bersabda, “utang adalah bendera
milik Allah di atas bumi, jika Dia menghendaki kehinaan seorang
hamba-Nya maka ditaruhlah (utang tersebut) di lehernya.” (HR. Hakim)
Mengingat besarnya pengaruh utang bagi kebaikan dan keselamatan di
dunia maupun di akhirat sepantasnya kita berhati-hati terhadap masalah
utang.
Pertama, berusaha sekuat tenaga menghindari utang, karena terbebas dari utang akan mendatangkan kebebasan dan ketenangan.
Ibnu Umar berkata, “Saya mendengar Rasulullah memberi wasiat kepada
seseorang dengan ucapan beliau, ‘Minimalkan (kurangilah) dosamu niscaya
akan memudahkan kematianmu dan minimalkanlah utang niscaya kamu hidup
bebas tanpa ikatan.’” (HR. Baihaqi)
Kedua, bila hendak berutang, hendaklah kita berpikir ulang, apakah
memang sudah kebutuhan mendesak atau sekadar keinginan. Bila memang
harus berutang bisakah kita melunasinya. Karena jiwa orang yang berutang
akan terkatung-katung hingga ia melunasinya.
Abu Hurairah berkata, “Rasulullah SAW. bersabda, ‘Jiwa seorang mukmin
itu terkatung-katung karena utangnya, sampai ia dibayarkan.’” (HR.
Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Ketiga, bila terpaksa berutang usahakan memiliki harta lain yang
dapat diuangkan (dijual). Hal itu dapat digunakan untuk melunasi
utangnya manakala dia meninggal sebelum melunasi utangnya.
Diriwayatkan dari Abi Musa Al-Asy’ari, beliau berkata telah bersabda
Rasulullah SAW., “Siapa saja yang mengambil harta kawannya (meminjamnya)
lalu mati dan tidak meninggalkan sesuatu untuk menggantinya maka
sungguh ia telah membuka pintu dosa besar.” Nabi SAW. bersabda,
“Sesungguhnya dosa terbesar di sisi Allah setelah dosa-dosa besar yang
terlarang adalah seseorang yang mati dengan tanggungan utang tanpa
meninggalkan sesuatu untuk melunasinya.” (HR. Abu Daud)
Keempat, mencatat sekecil apa pun yang menjadi utang kita, sebagaimana firman Allah SWT.,
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS.
Al-Baqarah : 282)
Kelima, bersegera melunasi utang bila sudah mampu untuk melunasinya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW. bersabda, “Sesungguhnya yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik dalam membayar utang,” (HR. Bukhari).
sumber: islampos.com
